Kadang resah, kadang gelisah, kadang
sedih, namun terkadang bahagia, semangat dan ceria menyembul perlahan diantara
tumpukan keresahan, kegelisahan, ketakutan, kekhawatiran, kebimbangan dan
kebingungan atas dinamika problematika kehidupan yang terus bergulir. Selama manusia
menyadari, bahwa hidup dan kehidupan ini bukan miliknya, ia tak akan pernah terjebak
dalam kegelisahan berkepanjangan. Bahwa hidup adalah sekarang dan hanya perlu
dijalani dengan selalu ingat padaNya, menyembah dan beribadah padaNya sebagai
interpretasi hubungan vertical manusia dengan Tuhan, berbuat baik terhadap sesama
manusia dan alam sekitar sebagai wujud hubungan horizontal manusia dengan
manusia dan alam.
Kala resah melanda, kala diri
seakan tak kuasa menanggung beratnya permasalahan hidup yang tengah dihadapi,
cobalah tengok kanan-kiri. Berbaurlah dengan mereka, bertukar sapalah dengan
mereka, turut rasakan apa yang sebenarnya tengah mereka rasakan. Akan kita
temukan fakta, bahwa setiap insan hidup dengan permasalahan masing-masing yang
tentu sangat beragam. Akan kita temui saudara-saudara kita yang untuk sesuap
nasi dan seteguk air saja harus mengais dari tempat sampah para konglomerat. Akan
kita dapati saudara-saudara kita yang bergelimang harta, namun kehidupan
keluarganya porak poranda, kondisi kesehatan buruk dan semakin memburuk. Ada pula
mereka yang hidup serba pas-pasan, tak ada biaya untuk menyekolahkan anak,
namun tetap tersenyum menatap hari esok dengan optimism ilahiyah yang begitu
tinggi, “Nak, Tuhan tak pernah membiarkan manusia mati kelaparan.” Ada orang
yang sudah hampir putus asa terhadap hidupnya, ia terlilit hutang yang ia
(sebagai manusia) beranggapan sudah tak lagi sanggup membayarnya, sehingga
memilih kematian sebagai jalannya, namun sayang seribu sayang, upaya bunuh diri
yang dilakukannya tak juga berhasil, lalu ia menyadari betapa hidup dan mati
bukanlah miliknya dan ia mendapat hidayah untuk memulai kembali hidupnya dari
nol.
Begitulah hidup, ada suka ada
duka, ada kemalasan ada rasa semangat, selalu dua kutub berbeda berdiri
berhadap-hadapan, berseberangan. Namun justru kehadiran keduanyalah yang mampu
membuat hidup berwarna. Pernah ada kisah, seorang gadis dengan wajah pas-pasan,
body segede gajah, ia meratap menangisi dirinya yang tak juga mendapatkan seorang
pangeran yang didambakan karena fisiknya yang sungguh tak menarik. Lalu, ia
berdoa kepada Tuhan agar menjadikan semua perempuan memiliki paras yang
menawan, atau jika itu tidak mungkin, ia memohon agar seluruh perempuan
dijadikan gendut bin jelek seperti dirinya. Doanya terkabulkan, bahwa semua
perempuan berubah menjadi begitu cantik jelita kecuali dirinya. Ia marah, kesal
dan sebal, protes atas ketidakadilan yang Tuhan lakukan terhadapnya. Lalu ia baru
tersadar saat semua laki-laki bosan karena seluruh perempuan memiliki paras
yang sama cantiknya. Dan hanya dialah perempuan yang berbeda, dengan wajah
pas-pasan dan body gendutnya, yang kini dipuja dan dipuji oleh semua pria
sebagai perempuan tercantik. Peristiwa itu menyadarkan si gendut betapa
indahnya dunia hanya jika cantik dan buruk sama-sama hadir. Pun demikian dengan
si kaya dan si miskin, si baik dan si buruk, dan si si yang lain yang keduanya
berbeda satu sama lain. The most important is bagaimana kita menyikapi dan
menjalani kehidupan ini dengan baik, dengan selalu ingat bahwa baik-buruk,
hidup-mati, semua adalah milikNya saja.