Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kosong

Tertawa tapi hampa
Tersenyum tapi kosong
Ramai tapi sepi
Tidur tapi bangun
Makan tiada rasa
Minum tapi haus


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Surat untuk Anakku: Awal Kisah Ayah & Ibumu Meniti Kehidupan Rumah Tangga

Anak-anakku, Salamullah wa Rohmatuhu ‘alaikum..... amiin....
Saat aku menuliskan kisah ini, kau masih dalam wujud Ruh di alam Malakut Nak. Kau bahkan belum bersemayam dalam rahim ibumu ini. Tapi tak apa, aku selalu berdo’a padaNya untuk suatu ketika mempertemukan kita dan mengumpulkan kita dalam momen yang indah. Amiin.
Sehari ini, ibu sedang berada di beberapa tempat. Sebelum itu, semalam, Ibu menemani ayahmu mencari songkok dan celana hitam. Ibu tak jadi mendatangi undangan dari UKM LKP2M dan juga dari teman2 Pesantren Global di Wendit, karena ayahmu esok pagi pukul 02.30 WIB dini hari, harus berangkat ke Kota Seberang; Surabaya untuk menunaikan amanah yang diterimanya. Ibu menyiapkan bekal untuk perjalanannya. Berat rasanya melihat ayahmu bepergian di pagi buta, di tengah dingin yang menyergap. Ingin rasanya ibu pergi bersamanya, memberinya pelukan hangat, sembari mendendangkan lagu-lagu untuk menghiburnya. Namun, inilah kehidupan Nak. Kehidupan riil yang baru saja kami tapaki terhitung sejak akad nikah Ayahmu ikrarkan di depan wali, penghulu dan para saksi. Sebuah realitas kehidupan yang membawa kami pada sebuah sikap dewasa dan kemandirian hidup. Kini, kami mulai menikmati kehidupan kami, saling mendukung satu sama lain, saling membantu dan saling memberi. Menyatukan perbedaan-perbedaan kecil yang sering muncul. Kami mulai saling mengenal satu sama lain hingga kami merasa benar-benar saling mencintai dan menyayangi. Dengan kasih sayang dan perjuangan kami akan memulai membangun pondasi rumah tangga yang kokoh anak-anakku.
Tanggung jawab ada di depan mata. Kami telah menjalani kehidupan rumah tangga. Masa depan berada di tangan kami berdua, kami harus menyelaraskan takdir, mencari nafkah untuk mempertahankan hidup, mencari bekal sebagai sarana ibadah terhadapNya. Kami tengah mencoba memahami di mana maqom kami. Kami sedang berada pada maqom asbab bukan tajrid, maka segala hal yang kami jalani, seberat apapun, harus kami terima dengan ikhlas, kami harus bekerja keras dan saling mempercayai serta mendukung satu sama lain. Maka melepas ayahmu untuk pergi mencari nafkah nun jauh di sana pun, ibu melakukannya. Sementara ibu akan pula tetap di sini, di kota dingin Malang untuk menjalani amanah pekerjaan yang ibu terima. Ibu mengiringi keberangkatan ayahmu dengan seribu do’a. Dalam setiap hembus napas, ibu sebut asmaNya dan memohon padaNya untuk selalu menjaga ayahmu dari segala bala’ dan marabahaya.
Pagi hari, sebagaimana rutinitas, ibu berangkat bekerja dengan ditemani elang yang selalu setia mengantar ibu kemanapun ibu mau. Tapi Nak, hari ini ibu tidak bekerja di kantor. Hari ini ibu bertugas melepas mahasiswa-mahasiswi PKL di Thailand. Ibu bersama rombongan menuju Bandara Juanda Surabaya untuk mengantar keberangkatan mereka. Subhanallah, Allah selalu mempermudah hambaNya. Ibu diperbolehkan untuk turun di Surabaya dan pergi menemani ayahmu menyelesaikan administrasi keguruan sekalian mencari tempat tinggal di surabaya.
Pukul 11.30 WIB, ibu bersama rombongan sampai di bandara Juanda Surabaya. Kami melepas para mahasiswa beserta DPL untuk terbang menuju Negeri  dengan berbagai julukan; Gajah Putih, Seribu Pagoda , Tanah Merdeka dan  Lumbung Padi Asia Tenggara. Usai pelepasan, kami (tim pengantar) melakukan wisata religi. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah sebuah makam terkenal di surabaya. Mungkin suatu ketika nanti kau juga akan mampir ke sini Nak. Makam, jangan kau anggap ia sebagai tempat menyeramkan atau keramat. Kau tahu Nak? Makam adalah tempat persemayaman terakhir manusia di dunia. Batas antara alam dunia dan akhirat. Ia bernama alam Barzah. Di tempat inilah manusia benar-benar sendiri, tiada kawan, lawan, tetangga, bahkan sanak keluarga. Harta, tahta, warisan, tak ada secuilpun dari dunia yang dapat dibawa apalagi memberi manfaat padanya. Hanya selembar kain kafan tak berharga yang membungkus jasadnya. Ia dibaringkan dalam sebuah lubang sempit nan gelap. Ia ditinggalkan sendirian, tak ada anak-istri-suami atau ayah ibu yang menemani. Hanya amal satu-satunya yang selalu setia menemaninya terbujur kaku. Toh tak akan lama kain kafan dan jasad akan membusuk dimakan binatang-binatang merayap. Maka dunia seisinya tak lagi memiliki arti.
Nak, walau jasad telah hancur, bukan berarti ruh manusia turut hancur. Ia tetap hidup dalam wujud yang berbeda. Di sinilah, di kuburan ini, kehidupan babak keempat dimulai. Para malaikat utusan Tuhan berduyun-duyun mendatangi mayyituuun dengan segudang pertanyaan. Bagi mereka yang timbangan amal baiknya lebih berat akan dengan mudah melalui peristiwa tanya-jawab alam kubur dan dipersilahkan dengan segala hormat untuk beristirahat senyaman mungkin hingga terompet yaum al-ba’tsi berdendang. Mereka ini tak akan merasa bosan walau seribu tahun lamanya dalam peristirahatan alam barzakh. Sebaliknya, bagi mereka yang timbangan amal buruknya lebih berat, mereka akan sulit melampaui momen itu. Momen yang bagi golongan pertama sangat indah menakjubkan berubah menjadi momen yang menyeramkan, menyakitkan dan sangat menderita oleh adzab siksaan yang pedih. Mereka akan terus dan terus disiksa hingga terompet yaum al-ba’tsi ditiupkan. Laa haula wa laa quuwwata illa billah.... oleh karenanya Nak, belajarlah dengan baik tentang hidup dan kehidupan ini. Agar kau benar-benar memahami sangkan paraning dumadi. Di sini, di makam waliyullah Sunan Ampel Surabaya; seorang penyebar ajaran Islam di Tanah Jawa, sejuta do’a ibu panjatkan Nak. Agar kelak, anak-cucu kami selalu dituntun dan ditunjukkan jalan menuju padaNya. Meneladani akhlak dan perjuangan para waliyullah.... meski Laa ya’rif al’wali illal wali, tapi wali yang disematkan untuk walisongo adalah kesepakatan manusia Nak, dan belum ada yang mampu menentang pemberian itu secara ilmiah. Untuk sejarah walisongo, nanti kau dapat baca buku berharga “ATLAS WALISONGO” karya KH.Ng Agus Sunyoto, agar kau tahu dan paham dengan baik, tidak seperti ibumu ini.
Dari makam Ampel, kami melanjutkan perjalanan ke makam Mbah Yai Kholil Bangkalan – Madura; guru dari Hadrotus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan. Betapa bahagianya Ibu Nak, karena ini adalah kali pertama ibumu akan ke sana. Di tengah perjalanan, ayahmu menelpon agar ibu tak usah ikut ke Bangkalan karena takut kemalaman. Ayahmu meminta ibu turun dan akan dijemput. Maka ku titipkan salamku untuk Mbah Yai Kholil kepada teman-teman dengan harapan suatu ketika nanti Ibu akan bisa berziarah ke sana. Amiin...
Ibu turun di ujung jembatan Suramadu, mampir di warungkopi pinggir jalan menunggu ayahmu menjemput. Ibu nikmati hembusan angin sore dari air laut Suramadu, lalu lalang kendaraan yang tak juga ada hentinya. Lalu ibu keluarkan sebuah pulpen dan lembaran-lembaran kertas yang ada. Ibu tuliskan kisah ini, agar kau tahu tentang Ibu dan Ayahmu Nak, agar kau bisa mengambil hikmah dari perjalanan hidup kami untuk kau jadikan pelajaran bagi hidupmu nanti. Jalani hidupmu dengan baik Nak. Kami mencintaimu. Sudah dulu ya... ayahmu sudah sampai. Kami harus melanjutkan perjalanan...... 



Suramadu, 09 Januari 2015
16:33 WIB

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS