Allahu akbar,
allahu akbar, allahu akbar
Laa ilaaha
illallah, Allahu akbar
Allahu akbar,
walillah al-hamd
Gema takbir
mengudara dari corong setiap masjid desa, menyeruak, memecah ramainya riuh
rendah laju kendaraan di jalan raya depan rumah Seruni. Idul Qurban kali ini,
Senarai tak bersembahyang di kampong halaman. Sedikit ingin mencari ketenangan,
menjauh dari rutinitas hidup sebagaimana biasanya ia jalani, melepaskan diri
sejenak dari berbagai aktivitas yang sejauh ini selalu menyita lebih dari
separuh waktunya. Untuk tujuan itulah Senarai memilih rumah Seruni sebagai
tempatnya.
Di rumah
itulah Senarai menghabiskan liburan Idul Qurban. Berada di tengah-tengah orang
yang baru dikenalnya namun terasa
bagaikan keluarga. “Ah, indahnya persaudaraan.” Gumam Senarai pada dirinya
sendiri. “Semoga kelak aku bisa membalas kebaikan mereka.” Ia melanjutkan
kalimatnya sembari memandangi sepasang suami-istri yang tak lain adalah orang
tua Seruni.
Sudah menjadi
rutinan, sehari sebelum Idul Qurban, orang tua Seruni pergi ke Pondok untuk
sembahyang ‘id al-adha dan menyembelih hewan kurban di sana. Seruni dan Senarai
bertugas menjaga rumah kala itu. Pagi-pagi buta, kira-kira pukul 04.00 dini
hari Seruni telah memulai aktivitas rumah tangga, mulai dari nyapu, ngepel,
nyuci, dan menyeduh 2 cangkir kopi tentunya. Usai semua pekerjaan itu beres, ia
membangunkan Senarai untuk sembahyang Shubuh dan bersih diri, bersiap-siap
untuk sholat id al-adha di masjid seberang.
“Waw, kok
semua sudah kinclong gini Run.” Ungkap Senarai cukup kaget, kala matanya masih
belum benar-benar terbuka dan nyawanya belum sepenuhnya ada.
“Ya iya dong,
gue gitu. Udah sana kamu mandi duluan.” Balas Seruni, sembari menyeruput
secangkir kopi yang masih mengepulkan asap.
Berjalan
sempoyongan, Senarai menuju kamar mandi.
Pukul 05.30
WIB keduanya berbenah, mengambil mukena dan beranjak menuju masjid di seberang
jalan. Berjalan di pinggir, berebut dengan lalu lalang kendaraan.
“Fasholli
lirobbika Wanhar.” Dengan ayat tersebutlah sang Khotib mengawali
khutbahnya. Bahwa dalam berkurban, setidaknya dengan dua tujuan. Di mana
sebagai kepentingan individu, berkurban adalah untuk beribadah kepada Tuhan
Sang Pemberi Segala, untuk mencapai derajat takwa serta menggapai ridlo juga cintaNya.
Melihat pada bagaimana sejarah Hari Kurban, kala itu Nabi Ibrahim diminta Tuhan
untuk menyembelih Ismail, putra terkasihnya. Maka atas nama cinta kepada Allah,
Sang Kholiq, Nabi Ibrahim dan Ismail pun dengan rela hati melakukan hal
tersebut meski sebagai seorang Bapak itu merupakan suatu tindakan yang sangat
memberatkan. Tak disangka, oleh karena ketulusan demi menggapai ridloNya dan
memperoleh cintaNya, yang disembelih bukanlah anak terkasih, namun berubah
menjadi seekor kambing. Jika mau mengambil hikmah, maka berkurban berarti merelakan
sesuatu yang sangat dicintai sebagai bagian dari dunia ini untuk hanya
mencintaiNya saja.
Di lain sisi,
sebagai makhluk sosial, maka berkurban merupakan satu wujud kesalehan sosial. Memberikan
sebagian dari yang kita miliki untuk dinikmati bersama tetangga dan saudara. Maka
dengan berkurban, seyogyanya manusia bisa menjadi insan yang sholeh secara
individual maupun sosial.
Begitulah khutbah
Id al-Adha berakhir, semua jama’ah berdiri, berjabat tangan satu sama lain sembari
melantunkan sholawat Nabi. Pun demikian Seruni dan Senarai, Id al-Adha kali ini
memberikan makna tersendiri. “Semoga kami bisa menyembelih sifat-sifat binatang
dalam diri.” Ungkap keduanya sembari menyusuri jalan pulang.