Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Angin & Awan



“Jadi Wan, kita tak bisa serta merta pergi begitu saja. Kita masih juga harus memikirkan ini ke depannya. Setidaknya sampai kondisi stabil. Gimana menurutmu?” tanya Angin mencoba mendapat dukungan dari Awan.

“Oe!!! Sadar boy!” teriak Angin sembari menepuk bahu Awan. Aku nyrocos dari tadi bukannya didengarkan malah ditinggal berkhayal… sialan kau Wan! Angin melanjutkan.

Sedang Awan hanya nyengir dengan wajah datar, tapres.

Sepertinya Awan sedang tak ingin menanggapi sahabatnya. Ia ingin menikmati belaian lembut semilir angin malam itu, dengan menengadahkan muka ke ketinggian langit, Awan merebahkan diri, membiarkan tubuhnya menyatu dengan tanah, memandangi gemerlapan bintang yang terus berkedip-kedip seolah mengajaknya berbincang. Dan Angin membiarkan sahabatnya itu menikmati kondisinya. Ia pun turut merebahkan badannya di samping sahabat baiknya.

“Maulaya Sholli wa sallim daaiman abadaa, ‘ala habibika khoiril kholqi kullihimi…..” sayup-sayup terlantunkan sholawat Nabi dari mulut Awan. Matanya terpejam, ia tarik napas perlahan dan dikeluarkannya, berkali-kali ia mengulangi, berganti-ganti sholawat yang dilantunkannya. Tanpa sadar Angin pun turut mengikuti apa yang dilakukan Awan. Sepertinya mereka tengah berkonsentrasi untuk mengolah rasa dan potensi dalam diri mereka. Merasakan bagaimana darah mengalir melalui pembuluh, bagaimana jantung berdetak perlahan dan kadang terlampau cepat, bagaimana tulang rusuk terangkat kala menghirup dan kembali kendor kala napas dilepas. Mereka tampik segala pikiran yang melintas tiba-tiba. Menghindarinya sebisa mungkin, mencapai satu titik konsentrasi hanya pada rasa. Larut, larut dan semakin larut. Kedua sahabat itu menikmati rasa yang rasa. Hingga keduanya merasakan betapa segala yang ada dalam dirinya bergerak dengan sendirinya, tanpa kehendak atau perintah dari dirinya untuk melakukan itu.

Satu jam kiranya telah berlalu, keduanya membuka mata perlahan. Menebarkan pandang ke segala penjuru. Menatap ilalang yang bergoyang bersama hembusan angin malam yang semilir menyejukkan. Serempak mereka menarik napas dan melepaskannya diiringi sebuah teriakan…. Aaaaaakkkkhhhh!!!!

“Puas ya Ang… badan terasa lebih ringan. Betapa kita bukan apa dan siapa.” Celetuk Awan tiba-tiba.

Dan Angin mengangkat kedua bahunya cuek, seolah ingin mengatakan, “Emang enak dikacangin!!”

Awan yang memahami sikap sahabatnya spontan menepuk bahu Angin, “Oke, Sorry. Tadi lagi konsentrasi Boy.” Ucap Awan mencairkan suasana. Dan keduanya pun tertawa sembari beranjak meninggalkan halaman pesantren. ----- *** ---- *** ---- *** ----





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar