Kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki masih saja diperdebatkan. Sepertinya ini adalah
topik yang tak akan pernah usang di setiap masa. Superioritas laki-laki atas
perempuan memancing munculnya berbagai teori. Mulai teori psikoanalisa yang
menyatakan bahwa perilaku dan
kepribadian perempuan dan laki-laki sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas,
teori fungsionalis structural yang mengkonsepsikan laki-laki bertugas untuk
mengurusi urusan luar (external world) sementara perempuan bertugas
mengurus internal anggota keluarga, teori konflik yang berangkat dari asumsi
bahwa siapa yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi
dalam suatu masyarakat maka merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan
peran utama di dalamnya, teori feminis yang masih terbagi lagi ke dalam
beberapa kelompok, seperti: feminisme liberal, marxis-sosialis dan radikal,
hingga teori sosio-biologis yang menyatakan bahwa pengaturan peran jenis
kelamin tercermin dari “biogram” dasar yang diwarisi manusia modern dari nenek
moyang primat dan hominid mereka. Kesemua teori tersebut memiliki sudut pandang
dan landasan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Terlepas
dari berbagai teori yang ada, menurut hemat saya, secara kodrati perempuan dan
laki-laki memang berbeda. Kita tidak bisa memaksakan keduanya untuk sama. Perempuan
dicipta dengan vagina sebagai alat seks dan laki-laki dicipta dengan penisnya. Tuhan
menciptakan keduanya berpasangan guna saling melengkapi bukan saling
merendahkan. Laki-laki membutuhkan perempuan demikian sebaliknya. Laki-laki
tetaplah laki-laki dan perempuan tetaplah perempuan. Dari hubungan antara
keduanya lah lahir manusia-manusia selanjutnya.
Beralih
ke sudut pandang sosial budaya, saya pun mempunyai pandangan lain. Dalam hal
ini saya sepakat bahwa perempuan dan laki-laki adalah sama, yakni sama-sama memiliki
kesempatan untuk berperan. Tidak ada superior atau pun inferior. Namun selama
ini paradigma masyarakat bahwa laki-laki superior sedang perempuan inferior
adalah benar adanya. Nyatanya masih saja external world dikuasai oleh
laki-laki. Ini dapat kita saksikan pada pemilu tahun 2004 lalu, keikutsertaan
perempuan dalam dunia politik tergolong rendah, hanya mencapai 11.3%. Padahal,
Indonesia sendiri telah memberikan ruang bagi perempuan untuk turut aktif
berpartisipasi dalam dunia politik. Undang-undang pemilu No. 12/2003 menyebutkan pentingnya aksi
afirmasi bagi partisipasi politik perempuan dengan menetapkan jumlah 30% dari
seluruh calon partai politik pada parlemen di tingkat nasional maupun lokal. Namun demikian, ini belum terealisasi secara maksimal.
Untuk membuktikan bahwa
perempuan juga mampu adalah dengan membuka paradigma dan mindset yang bercermin
pada budaya patriarki. Perempuan dianggap sebagai makhluk lemah yang tak mampu
berbuat layaknya laki-laki. Seolah-olah perempuan adalah makhluk yang dicipta
hanya untuk mengurusi hal-hal yang bersifat domestik saja. Ayat-ayat dalam
al-Qur’an yang menjelaskan tentang laki-laki dan perempuan seringkali dimaknai
secara leterlek tanpa memandang aspek lain sehingga memunculkan makna seakan
al-Qur’an sendiri mendukung adanya superioritas laki-laki atas perempuan. Dan
hal seperti ini seringkali digelontorkan oleh kaum orientalis yang secara
sengaja ingin mencari kelemahan Islam dan berhasrat untuk menghancurkannya.
Ironisnya,
pendapat ini seringkali diamini oleh mayoritas masyarakat kita. Padahal, jika
mau mengkaji lebih dalam dan menengok pada sejarah masa silam, yakni masa
jahiliyah, Islam datang salah satunya untuk mengangkat derajat perempuan yang
di masa itu dianggap sebagai musibah dan aib keluarga sampai-sampai malu ketika
mempunyai keturunan seorang perempuan.
Islam
mengajarkan bahwa perempuan adalah makhluk mulia yang memiliki kesetaraan
dengan kaum adam secara sosial, politik dan budaya. Kita bisa menengok,
bagaimana sayyidah Khodijah r.a menjadi seorang pedagang sukses di masanya,
bagaimana sayyidah Aisyah r.a mengikuti peperangan bersama baginda Rosul, dan
masih banyak lagi perempuan yang berperan dalam bidang sosial, budaya dan
politik. Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat kita hari ini keluar dari
konstuk sosial yang menganggap bahwa perempuan inferior. Sekali lagi perempuan
dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berperan, baik dalam external
world maupun internal world. Selamat berjuang wahai kaum hawa!!!
0 komentar:
Posting Komentar