Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Pernikahan sebagai Awal Meniti Ujian Realitas Kehidupan


Usai pembahasan seputar sekolah sebagai upaya sekularisme terstruktur, dalam ngaji malam itu (7/10) Romo Guru lantas membincang tema pernikahan sebagai ujian awal menempuh realitas kehidupan. Anak-anak produk sekolahan dan selanjutnya ke jenjang pendidikan tinggi perkuliahan, ungkap romo, memiliki beberapa tipe. Pertama, ada anak kuliahan yang hanya belajar dan belajar, sedang dalam aspek keuangan menunggu pasokan dari orang tua. Di usia mereka yang bisa dikatakan dewasa, mereka tidak pernah merasakan bagaimana sulitnya mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada anak yang kuliah sambil kerja, anak seperti ini yang realistis memandang kehidupan dan akan dapat bertahan secara mandiri untuk hidup dan kehidupannya di masa mendatang. Dan tipe yang ketiga adalah anak kuliahan yang sepanjang menyandang gelar mahasiswa ia pacaran terus tapi tidak berani untuk menikah. Ketika berpacaran yang ada hanya keindahan, kesenangan, senyuman, mereka tak pernah merasakan kesulitan maupun penderitaan karena belum hidup dalam realita.  Sehingga ketika menikah, mereka akan terkaget, menyaksikan dan merasakan betapa pernikahan merupakan awal ujian dalam menempuh realitas kehidupan.

“Pernikahan sebagai penyatuan dua insan yang berbeda dalam segala aspek, bahkan penyatuan dua keluarga, bukan satu hal yang mudah untuk dijalani. Jika tidak mempersiapkan diri secara matang maka pasca menikah akan menjadi penganut 4M; Mangan-Manggon Melok Morotuo.” demikian nasihat Romo diiringi gelak tawa para mantri.
Pertengkaran-pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga akan sering terjadi, baik itu karena perbedaan-perbedaan kecil seperti tipe musik kesukaan yang berlainan, selera makanan yang tidak sama, maupun karena kondisi ekonomi yang menghimpit. Dari semua itu yang seringkali menjadi cikal bakal perpecahan kehidupan rumah tangga adalah kondisi ekonomi yang tidak tertata. Karenanya, sebelum menginjak kepada kehidupan rumah tangga, harus berani hidup realistis, minimal untuk menanggung kebutuhan pokok sehari-hari, keperluan untuk tempat tinggal, makan sehari-hari, biaya listrik, iuran lingkungan dan keperluan lainnya yang tampak remeh namun tak bisa diacuhkan. Jika tidak bisa bersabar dengan kondisi itu akibatnya bisa fatal.” papar Romo
Seringkali kegagalan berumah tangga diawali oleh sikap yang tidak realistis, seperti karena malu terhadap cercaan dan cemoohan tetangga dan masyarakat lingkungan sekitar seorang kepala rumah tangga memilih membuka usaha besar meski harus menghutang untuk modal dibanding membuka usaha kecil-kecilan dengan modal pribadi yang ada. Maka orang yang demikian sebenarnya ia telah lupa pada tujuan utamanya untuk mencari nafkah. Kepentingan mencari nafkah terkalahkan oleh gengsi diri yang tidak realistis.
Selain kesiapan diri secara jasmani dan ruhani, jelas Romo Guru, dalam pernikahan kita harus mengikuti aturan agama; yakni sekufu. Sekufu alias berimbang yang dimaksud bukan hanya pada satu atau dua hal, namun menyangkut banyak aspek. Dalam hal ini, para imam madzhab ahlussunnah wal jama’ah memiliki beberapa pendapat, namun pada hal pokok tetap memiliki kesamaan.
Menurut Imam Syafii kafaah dalam pernikahan itu dalam empat perkara: kebangsaan, keagamaan, kemerdekaan, dan mata pencaharian. sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw: Diriwayatkan oleh Imam Bukhori, dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda :
تنكح المرأة لأربع لمالها ولجمالها ولحسبها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
‘Wanita itu dinikahi karena agamanya, kecantikannya, hartanya dan keturunannya. Maka carilah wanita yang taat kepada agama, niscaya akan beruntung’.
Mazhab Hambali memiliki pendapat yang sama dengan mazhab Syafii, hanya ada tambahan satu perkara, yaitu tentang kekayaan. Menurut Imam Hambali, laki-laki miskin tidak sederajat dengan perempuan yang kaya. Sedangkan dalam pandangan Imam Hanafi, kafaah dalam pernikahan itu ada dalam dua perkara saja, yakni Nasab dan agama. Pun demikian dengan Imam Maliki kafaah itu tentang dua perkara saja: keagamaan dan keterbebasan dari cacat.
Telah banyak contoh pernikahan sekufu, salah satunya adalah pernikahan antara Ali bin Abu Tholib r.a (sepupu rasul saw) dengan Fatimah Az-Zahra r.a yang sekufu agama-akhlak dan sekufu nasabnya sehingga menciptakan keturunan yang luar biasa yaitu Al-Hasan dan Al-Husain.
Karena itu, sebelum menikah, nilai kafaah sebagaimana di atas perlu dipertimbangkan demi keberlangsungan hidup yang baik, sakinah, mawaddah wa rohmah di masa mendatang. Jika merasa sudah menemukan pasangan yang sekufu, segeralah menikah. Nabi  bersabda:
ثلاث يا علي لا تؤخرهن الصلاة إذا آتت والجنازة إذا حضرت والأيم إذا وجدت كفؤا
‘Wahai Ali ada tiga perkara jika tiba waktunya tidak boleh ditunda-tunda : shalat jika telah masuk waktunya, jenazah jika telah hadir untuk dishalatkan dan wanita jika telah datang jodoh yang sekufu’ dengannya’. (Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Imam Ali bin Abi Thalib)
Pungkas Romo mengakhiri ngaji malam itu.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar