Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Ketika Kehendak Kita Berbeda

Seringkali kehendak diri bertubrukan dengan kehendak-kehendak yang lain. Baik itu kehendak orangtua, masyarakat, lingkungan, konstruk social maupun kehendakNya. Ketika kehendak Tuhan yang tak seirama dengan kehendak diri, maka itu bukan hal yang sulit diterima, karena keyakinan bahwa pilihan dan keputusanNya adalah yang terbaik mampu membuat diri rela dan ikhlas.
Berbeda lagi ketika kehendak kita kontroversial dengan kehendak orangtua. Saat ini terjadi, kita dihadapkan pada dua hal yang sama-sama berat. Kehendak kita adalah sesuatu yang sudah kita pikirkan dengan matang, sudah direncanakan dengan sesempurna mungkin sehingga kita yakin akan masa depan kita. Sedang orangtua, mereka adalah orang yang paling berharga dalam hidup kita, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dan mengajari kita sehingga kita tahu banyak hal. Mereka adalah orang pertama yang akan berdiri di garda depan saat kita tak bahagia, orang pertama yang akan menghapus air mata kesedihan kita, orang pertama yang mengatakan tak apa, tenanglah, kami ada bersamamu dan akan selalu mendukungmu saat kita terpuruk, orang pertama yang mengulurkan tangannya untuk membantu kita bangkit saat kita terjatuh.
Orang tua adalah orang yang paling tidak terima ketika kita mendapat hal yang buruk, sehingga apa yang dilakukannya adalah untuk kebaikan kita. Lalu, tegakah kita memaksakan kehendak kita jika kehendak mereka bersebrangan? Kiranya masih ada langkah-langkah yang perlu kita lakukan. Memang, kehendak orangtua selalu untuk kebaikan kita, namun belum tentu yang terbaik untuk kita. Jika memang kita telah yakin akan kebenaran kehendak kita, maka memberi penjelasan kepada orangtua adalah salah satu solusi solutif. Namun, memberi penjelasan bukan hal yang mudah bukan? Tak mungkin serta merta orangtua meng-iya-kan kehendak kita. Kerapkali bertahan pada kehendak masing-masing, merasa bahwa kehendakku adalah yang terbaik sehingga tak berhasil menemukan jalan tengah hingga salah satu dari keduanya mengalah.
Itu baru kontroversi kehendak kita dengan orangtua, belum lagi dengan lingkungan dan konstruk sosial. Ketika kehendak dan keyakinan bertentangan dengan itu, maka akan lebih sulit lagi. Kita tidak hanya butuh menyadarkan satu atau dua individu, melainkan sekian banyak nyawa yang setiap kepalanya memiliki pemikiran berbeda. Belum lagi ketika itu telah menjadi konstruk social yang mendarah daging dan mengakar dalam jiwa mereka. Sepertinya, jika tak mampu menyatukan kehendak, memisahkan diri adalah solusi terbaik, mundur satu langkah sejenak untuk  menyiapkan serangan sempurna.
Dari sini, kiranya dapat diambil sebuah garis besar bahwa kita hidup di dunia tidak sendiri melainkan bersama dengan makhluk Tuhan lainnya. Sehingga, saling mengerti dan memahami, bersikap lentur dan tak terlalu fanatik akan menjadikan kita santai dan mengalir dalam menjalani hidup ini. Namun bukan berarti mengalir apa adanya tanpa arah tujuan. Harus tetap memiliki jati diri sebagai identitas diri. {canbe_hafiyya}

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar