Sebuah
sms penawaran ikut diskusi tiba-tiba membangunkanku dari lamunan di
pagi itu, mata masih ngantuk namun harus duduk diam sambil
mendengarkan ceramah rutin. Karena hari sabtu aku free,
maka ku setujui untuk join. Sebuah Sosialisasi dan Diskusi Lembaga
Sensor Film (LSF) dengan tema “Memasyarakatkan Kesadaran Swasensor
Pertunjukan Film dan Tayangan Televisi” yang sekaligus merupakan
sebuah harapan guna memperbaiki moral bangsa yang sudah terlanjur
bejat hampir di semua lini kehidupan.
Bertempat
di Hotel Santika, jalan Letjend Sutoyo 79 acara yang diselenggarakan
oleh LSF bekerjasama dengan Organisasi Lembah Ibarat dan Universitas
Airlangga Surabaya terkesan elit. Hadir di tengah-tengah diskusi
tokoh-tokoh pemerintahan, ilmuwan dan kaum intelektual muda dari
kalangan mahasiswa. Prof. Dr. Djoko Saryono, dr. Lenggang Kencana n,
MARS, Agus Sunyoto, M. Pd dan Drs. Dzulkifli Akbar mengawali diskusi
dengan menyampaikan materi dari perspektif keilmuan masing-masing.
Dengan dimoderatori oleh A. Widyastuti, SH terjadi timbal balik yang
baik antara pemateri dengan audiens sehingga diskusi terasa hidup dan
tidak membosankan.
Miris
memang jika kita menyaksikan bagaimana dampak negatif perkembangan
media massa telah merasuki setiap jiwa, mulai anak-anak, remaja
hingga dewasa pun demikian. “Dahulu, kerja LSF bisa dikatakan
ringan karena film masih dikemas dalam bentuk rol. Namun sekarang,
sudah kerja ekstra keras namun masih juga kewalahan.” Keluh Bapak
Drs. Nunus Supardi wakil ketua LSF dalam sambutannya.
Tidak
heran beliau menyampaikan hal tersebut dalam forum karena realita
memang demikian. Jika dibandingkan dengan zaman dahulu, saat media
massa maksimal berada pada level televisi, mungkin kesadaran
swasensor tidak harus tertanam pada masing-masing individu. Pasalnya,
saat ini IPTEK kian canggih. Untuk nonton film tidak harus di
televisi, cukup dengan membawa flash disk yang ukurannya kian hari
kian mengecil lalu mencolokkannya di laptop, film dengan segala tetek
bengeknya dapat dinikmati. Berbagai illegal
film tersebar di seluruh
penjuru dunia melalui internet. Siapapun dapat mengaksesnya.
Film-film tersebut tidak melalui LSF sehingga tampil apa adanya, tak
ada satu adegan pun tersensor. Padahal, tidak sedikit film-film
tersebut memuat adegan-adegan yang tidak layak untuk dikonsumsi
masyarakat terlebih mereka yang berada di bawah umur. Adegan-adegan
yang pelan-pelan namun pasti tidak sekedar menjadi tontonan namun
juga tuntunan.
Anak
muda adalah individu paling rawan terbawa arus. Karena kondisi
psikologis mereka yang memang masih labil. Di sinilah, perlu adanya
kesadaran swasensor dari masing-masing individu untuk mengetahui dan
dapat memilah-milah mana yang baik untuk dikonsumsi dan mana yang
tidak. Peran orang tua, guru dan lingkungan sangat berpengaruh
sebagai suri teladan yang baik bagi anak-anaknya. Karena itu, sangat
disayangkan saat guru yang harusnya digugu
lan ditiru dan orang tua
yang harusnya
mengontrol perilaku
anak-anaknya kok malah pelaku amoral. Na’udzubillah
min dzalik!
0 komentar:
Posting Komentar