Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Uang, Uang o Uang

Di era edan ini, apa sih yang tak butuh pada benda bernama uang? Tak ada yang gratis, bahkan untuk buang air kecil saja harus bayar. Sehingga tak heran ketika setiap orang berlomba-lomba untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan tidak jarang kita temui saling bunuh, saling sikut, dan saling tendang satu sama lain hanya demi uang.
Sebuah berita tentang seorang laki-laki Ukraina berusia 7 tahun yang menjadi juara lomba makan kue bola dan minum krim dengan rasa asam sebanyak satu guci tiba-tiba meninggal dunia (REPUBLIKA.CO.ID 23/9). Hal ini dilakukannya demi uang. Nyawa tak lagi berharga. Jika dalam film keluarga cemara dikatakan bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga, maka di zaman sekarang harta paling berharga adalah uang. Mau makan butuh beras, dan untuk beli beras butuh pada uang. Maka tak ada uang tak makan. Sedang makan menjadi hal urgen untuk mempertahankan hidup. Dan tidak sedikit orang salah kaprah memaknai hal ini sehingga motto hidupnya menjadi “hidup untuk makan”, bukan makan sekadar untuk bertahan hidup. Sungguh lucu.
Yang lebih memprihatinkan lagi, virus money oriented telah mewabah hingga ke pelosok-pelosok desa. Dulu, desa adalah tempat yang begitu indah. Penduduknya hidup dalam kerukunan, saling membantu, gotong royong dan rasa persaudaraan yang begitu erat. Sekarang, virus money oriented yang berasal dari kota-kota besar telah sampai menyapa masyarakat desa dan menyebar merasuki otak masing-masing individu. Lambat laun, daya tahan tubuh orang desa pun semakin lemah hingga akhirnya tergerogoti oleh virus mematikan ini.
Kedamaian yang dulu kusaksikan dan kurasakan, kini tinggal puing-puing kenangan yang hanya ada dalam ingatan masa kecilku. Kerinduanku akan kehidupan yang damai itu tak terbendung. Membuatku mencari dan terus mencari agar sampai padanya. Namun, sampai saat ini belum juga kutemukan. Memberhalakan uang justru kian marak dan telah memenuhi setiap sudut desa. Tak ada hal berarti yang bisa kuperbuat, melainkan menyebarkan paham yang kuperoleh dari pemikiran Agus Sunyoto dalam bukunya Suluk Abdul Jalil jilid II yang akhirnya kubenarkan, kuyakini dan kuanut. Bahwa setiap orang memiliki jatahnya masing-masing karena Tuhan itu Maha Adil. Dia tak akan membiarkan semut mati kelaparan apalagi manusia. Sehingga manusia tak perlu berebut atas kekayaan ataupun tahta agar tercipta hidup yang damai sejahtera. Namun bukan berarti tinggal leha-leha tanpa ada usaha. Tetap, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم  masih berlaku ilaa yaumil qiyamah.
Perantau, yang akan segera kembali demi tanah kelahiran

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar