“Mengapa
Chadafi harus dibunuh?” inilah pertanyaan pertama yang mengawali diskusi malam ini
(31/08). Usai mendengarkan sambil menikmati tampannya wajah African secara
seksama, nyatanya penggulingan Chadafi bukan semata-mata ulah Libya. Ada apa
gerangan? Siapa dalang, sutradara, dedengkot, di balik peristiwa tersebut? dan
motif apa yang melatarbelakangi pemfitnahan keji yang berujung pembunuhan itu?
Sebagaimana
pernyataan seorang ilmuwan Afrika dalam video pendeknya dengan bukti bertimbun-timbun[1],
bahwa ada beberapa hal yang menjadi titik tolak peristiwa pembunuhan Chadafi,
di antaranya: satu, ia mampu membuat satelit secara mandiri sehingga tak
lagi bergantung pada satelit yang telah dirancang oleh Eropa yang berakibat pada
kerugian besar Negara Eropa. Dua, ia mampu membentuk bank Afrika
sehingga tak lagi harus menengadahkan tangan ke IMF. Tiga, ia mampu
menyadarkan masyarakat Afrika untuk lebih memilih menjalin kerja sama dengan
China karena mereka professional dan tanpa dibarengi oleh tendensi-tendensi
politik. Empat, ia mampu menyatukan Negara Afrika (kulit hitam dan putih,
red). Lima, ia memelopori model pendidikan Afrika yang memang dibutuhkan
warga Negara Afrika; mereka tak lagi berpacu, bercermin, mengaca dan mengekor pada
sistem pendidikan Barat. Standardisasi sekolah bertaraf internasional tak perlu
dikejar, karena baginya, setiap tempat/daerah/Negara memiliki kebutuhan
sistem/model sekolah yang berbeda.
Lima
di antara sekian banyak hal di atas hanyalah beberapa yang mewakili sebab
musabab dibunuhnya Chadafi secara tidak adil. Namun, sebagaimana kata pepatah ‘maling
ngaku penjara penuh’ demikianlah kiranya Amerika dan sekutunya. Lempar batu
sembunyi tangan, bahkan meminjam tangan orang lain untuk melemparkannya.
Politik pencitraan yang menarik untuk dikaji dan teliti kembali agar kita lebih
waspada dan hati-hati. ….badhe terus……
Malang, 01 September 2012
dalam ruang 3x4 meter
00:51 dini hari
dalam ruang 3x4 meter
00:51 dini hari
[1] Prof. Dr. H. M. Rasjidi dalam bukunya
“Filsafat Agama, beliau mengatakan bahwa kita harus memperhatikan 5 hal
bukti-bukti beserta sifatnya untuk dapat mengetahui kebenaran dan meyakini
kebenarannya. Pertama, Batas-batas bukti, bahwa segala bentuk bukti
memiliki asbabun nuzul tersendiri, pun demikian tak akan lepas dari
kelemahan-kelemahan. Bukti yang baik adalah bukti yang mempunyai pintu belakang
terbuka yang akan dapat menerima bukti-bukti lain yang baru, yang akan
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan. Kedua, bukti-bukti ilmiah, yakni
bukti-bukti yang diperoleh dengan jalan ilmiah seperti obsevasi dan eksperimen.
Cara kerjanya adalah mengawasi apa yang terjadi dalam keadaan-keadaan di mana
hipotesis berlaku, dan jika perlu menimbulkan keadaan seperti itu. Ketiga,
Authority, yakni bukti yang dapat kita terima. Oleh karena manusia memiliki
pikiran yang terbatas, pengalaman yang mungkin salah serta panca indera yang
sangat mungkin untuk mengalami kekeliruan, kita terpaksa bersandar pada orang
lain yang expert di bidangnya. Meski kadang yang expert itu berlainan
dalam pendirian satu dengan yang lainnya, namun pada umumnya mereka hanya
bersetuju dalam garis besarnya. Keempat, intuisi, yakni intuisi
orang-orang yang sudah berpengalaman dan berkecimpung dalam suatu perkara.
Dengan intuisi kita harapkan suatu disiplin yang akan menambah perasaan kita
dan mempertajam kesadaran yang akan menjadikan kita dapat mengetahui kebenaran
ketika kebenaran itu kita lihat. Kelima, bukti yang bertimbun-timbun,
yakni menggabungkan semua bukti untuk memperkuat keyakinan akan kebenaran
sesuatu.
0 komentar:
Posting Komentar