Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kontribusi Bahasa Arab dalam Menciptakan Kehidupan Harmonis


gambar milik Google.com
Bahasa Arab adalah bahasa terbaik. Allah swt menurunkan al-Qur’an _kitab suci sebagai pedoman hidup manusia_ dalam bahasa Arab. Dalil betapa agung dan hebatnya bahasa Arab di sisiNya, yang itu berarti pula di mata seluruh umat manusia. Al-Qur’an yang padanya terdapat segala hal tentang dunia seisinya bahkan Sang Pencipta, yang jika kita mau membaca, memaknai, memahami lalu mengikuti segala petunjuk di dalamnya, niscaya hidup dan kehidupan ini akan harmonis, sejahtera, makmur, aman, nyaman dan bahagia. Di sinilah kiranya perlu dipahami mengapa bahasa arab menjadi bahasa mulia yang penting untuk dipelajari.

Bukan karena pernah menjadi bahasa internasional lantas umat Islam dianjurkan mempelajarinya, namun karena ia adalah bahasa Muhammad; sang revolusioner dunia, insan al-kaamil, suri tauladan bagi umat manusia sedunia. Bukankah Allah swt tidak akan menciptakan dunia seisinya jika bukan karena Nur Muhammad?[1] Sedang Muhammad dilahirkan di Makkah dengan Arab sebagai bahasa ibunya. Dan Dia mengutus Muhammad saw untuk memperbaiki akhlak manusia sedunia_bukan hanya penduduk Arab atau pemeluk agama Islam saja_ sebagaimana sebuah hadits: إنّما بعثت لأتمّم مكارم الأخلاق, sesungguhnya aku (Muhammad) diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak. Melalui Muhammad pula Allah swt menyampaikan petuah-petuahNya untuk kemudian disampaikan kepada umat manusia secara universal. Dari realita sejarah ini, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa dengan menguasai bahasa arab kita akan mampu memahami undang-undang kehidupan yang telah diabadikanNya melalui firman-firmanNya yang terhimpun dalam mu’jizat agung baik dari segi lafadz, siyaaq, makna maupun pemikiran, kitab tiada tandingan; al-Qur’an al-Kariim yang berbahasa arab.  
Namun sayang, seiring dengan perkembangan zaman, berbondong-bondong manusia mempelajari bahasa arab, berbondong-bondong pula mereka meninggalkan Islam (ajaran-ajaran Islam. red). Di sinilah mengapa Islam semakin mengalami kemundurannya. Islam kian redup di belahan dunia, tak terkecuali Indonesia yang 90% penduduknya menyandang status beragama Islam. Nilai-nilai Islam kian jauh dari tutur, sikap dan laku pemeluknya. Banyak orang pandai berbahasa arab namun lupa akan tujuan utama mempelajarinya, bahwa dengannya kita mampu mengetahui dan menguasai ilmu pengetahuan, kaidah dan aturan kehidupan sehingga akan tercipta kehidupan yang harmonis, bahagia dan sejahtera berlandaskan al-Qur’an yang mulia.
santri ngaji
Mengingat betapa besar kontribusi bahasa arab untuk keharmonisan sebuah kehidupan, maka untuk mempelajarinya harus dengan tujuan yang jelas. Materi yang dipelajarinya pun, seharusnya berpacu pada tujuan ditempuhnya proses pembelajaran tersebut. Salah satu model pembelajaran bahasa arab yang sealur dengan tujuan di atas dapat kita temukan di pesantren-pesantren salaf. Berpacu pada kutub at-turots dengan model penyampaian klasik_maknani dengan bahasa jawa_ pendidikan ini memiliki tujuan yang mulia. Setidaknya ada 3 hal yang dapat kami paparkan di sini. Pertama, untuk mempelajari bahasa arab itu sendiri yang itu berarti satu upaya untuk melestarikannya. Dengan memberi makna gandul pada kitab yang dikaji, para santri akan mengerti makna per kata untuk kemudian mendapat pemahaman per kalimat hingga endingnya menyeluruh. Memang di sini, mereka_santri.red_ tidak memiliki kecakapan dalam berbicara berbahasa arab, namun ini karena pesantren salaf lebih menekankan pada tujuan kedua, yakni pemahaman dan penguasaan ilmu yang terkandung dalam kitab tersebut untuk kemudian dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari tujuan ini tampak upaya menjaga Islam, baik dari tutur, sikap dan laku. Dengan memahami apa yang terkandung dalam kitab hasil ijtihad para ulama’ yang tak lepas dari al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber valid, pendidikan karakter aplikatif tak hanya sekedar teori di kalangan pesantren salaf. Ketiga, melalui pemaknaan kitab dengan makna gandul pula, selain untuk memudahkan pemahaman santri dengan alat komunikasi bahasa ibu, para kiai pesantren berusaha tidak mengesampingkan bahasa lokal sebagai ekspresi atas cinta tanah air dan budaya, karena ia adalah cermin jati diri sebuah bangsa.
Oleh karena hal di atas, hendaknya masing-masing pebelajar bahasa arab benar-benar menyadari dengan penuh kesadaran akan tujuan mempelajari bahasa arab. Dengan demikian, semangat di balik belajar bahasa arab memiliki output dan kontribusi yang jelas untuk hidup dan kehidupan. Jika non muslim saja dengan semangat’45 mempelajari bahasa arab dengan motif implisit yang harus kita waspadai, maka sebuah kewajiban bagi umat Islam membangun benteng pertahanan. Sebagaimana kata Pramoedya Ananta Toer dalam Tetraloginya ‘Anak Semua Bangsa’, “Tak ada kekuatan lain yang bisa menghentikan nafsu berkuasa ini, kecuali ilmu pengetahuan itu sendiri yang lebih unggul, di tangan manusia yang berbudi.”{Jum'at, 02.35 dini hari}


[1]       Dalam mauled ad-diba’I karya al-Imaam al-Jaliil ‘Abdurrahman ad-Dhibaa’I dijelaskan فسبحنه و تعالى من ملك اوجد نور نبيه محمد ص.م من نوره قبل أن يخلق آدم من الطين اللازب. وعرض فخره على الأشياء و قال هذا سيدنا الأنبياء و أجلّ الأصفياء و أكرم الحبائب.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar