Berawal dari anak-anak yang
sering bermain bersama di sekitar wisma kalimetro, mengisi liburan kali ini (tahun
ajaran 2012-2013) mereka mencetuskan ide untuk berkemah. Hal ini direspon baik
oleh Mbak Anik (Ibu Kiarra dan Keyna) yang tinggal di wisma kalimetro.
Tanpa rancangan yang rumit dan
bertele-tele, mbak Anik menghubungi orang tua anak-anak dan mereka menyetujui
itu. “Bisa jadi pemandu kemah anak-anak Tin?” tanya Mbak Anik siang itu padaku.
“Waduh, ndak begitu berpengalaman mbak. Saya carikan teman yang pramuka aja ya.”
Jawabku kala itu.
Akhirnya ku hubungi Muhim (temanku
di jurusan PBA) untuk membantuku. Karena setahuku, ia cukup kreatif untuk bermain
dengan anak-anak kecil.
Siang itu (29/06), Muhim, Zila
dan aku memulai acara perkemahan. Adek-adek peserta kemah sepakat menamai kemah
perdana itu dengan nama Happy Camp. Meski hanya diikuti oleh 14 anak, akan
tetapi kemah terasa sangat menyenangkan.
Adek-adek peserta kemah yang
berasal dari beragam usia (usia SD hingga ada yang baru berumur 2,5 tahun)
dengan wajah ceria menggendong tas ransel berisikan pakaian, makanan dan
beberapa alat yang diperlukan dalam berkemah.
Meski kemah dilaksanakan di
tempat yang relative dekat dengan rumah mereka, itu tak mengurangi semangat
mereka. Pak Lutfi (Suami Mbak Anik) menyewakan 3 buah tenda dan beberapa sleeping
back. Peserta kemah diajari untuk hidup mandiri. Segalanya dilakukan
sendiri bersama teman-teman sebayanya.
Orang tua yang hadir menjenguk
tak diperbolehkan membantu putra-putrinya dalam melakukan berbagai hal.
Selain bersenang-senang, peserta
kemah diajak pula untuk berkarya bebas. Ada diantara mereka yang menuliskan
puisi, mengarang cerita dan menggambar. Dari karya yang mereka buat, mereka
menampilkannya di hadapan teman-teman yang lain.
Di awal, mereka masih tampak
malu-malu. Namun setelah satu, dua anak maju ke depan, yang lain turut berani. Peserta
kemah adalah anak-anak yang cerdas.
“Bagaimana kalau kemah seperti
ini kita agendakan setiap bulan. Dengan tujuan untuk mengasah otak kiri anak.” Pinta
Pak Lutfi di akhir agenda.
Masuk akal juga, dan memang
asyik. Anak-anak diajak untuk terjun langsung ke lapangan. Bukan selalu
dijejali dengan segudang teori layaknya di sekolah-sekolah formal.